Wednesday, February 19, 2014

Kerudung Untuk Ibu


Kerudung Untuk Ibu

Malam yang sunyi, bertabur gemerlap bintang dan sinar rembulan malam, bagiku dia adalah seorang teman. Karena beberapa hari belakangan ini hanya merekalah yang bisa mengerti dan menemaniku disetiap malam-malamku yang sepi. Kalian mungkin tak akan pernah membayangkan akan berada diposisiku seperti sekarang. Hidup di keluarga yang tidak memiliki ikatan darah denganmu, ya dengan kata lain aku di asuh oleh keluarga yang tidak aku kenali. Walaupun mereka memperlakukanku dengan sangat baik tapi.. ah sudahlah, aku tak ingin kalian ikut mengasihaniku juga.

***

Saat ini aku duduk dibangku kelas 1 SMK jurusan otomotif. Mungkin kehidupanku tidaklah sama dengan kehidupan normal layaknya anak-anak seusiaku. Meskipun aku diasuh oleh keluarga angkatku, namun aku memiliki rasa malu untuk terus diberi dan dikasihani. Oleh sebab itu aku sering mencari kerja paruh waktu agar aku bisa belajar menghidupi diriku sendiri. Dan disekolah mungkin tidak banyak orang yang mengenalku, selain orang yang hidup di sekitar lingkunganku. Jadi dengan kata lain aku kuper, ya, kurang pergaulan. Bagiku tak ada waktu untuk bermain-main. Karena itu hanya akan menghabiskan waktuku secara percuma.

***

Sore itu, ketika aku sedang berjualan Koran dibawah panasnya terik matahari kala itu. Aku menerima seebuah pesan singkat dari ibu angkatku.

“Nak bisakah kau pulang sekarang ? ada hal baik yg akan aku tunjukkan”

Begitulah pesan singkat yang aku terima. Tanpa pikir panjang aku segera pulang, karena jarang sekali ibu angkatku mengirim pesan singkat, aku rasa ini ada kaitannya dengan sesuatu yang penting. Aku bergegas mengayuh sepeda ontelku menyisir persawahan yang luas agar aku dapat lebih cepat tiba dirumah.

Setibanya dirumah. Ada hal yang benar-benar tidak bisa aku percaya. Aku, benar-benar melihat ibuku saat itu. Maksudku ibu kandungku yang selama ini menghilang. Aku sangat bersyukur dapat bertemu dengan ibuku lagi, karena setiap malam aku hanya bisa memandangi sosok ibu dari sebuah bingkai foto yang terdiam dan membisu di sudut kamar. Lalu sampai saat ini aku tetap tidak mengetahui sosok ayahku yang telah  tiada semenjak aku kecil. Aku tidak ingin menanyakan tentang keberadaan ayahku, aku takut ibu akan menjadi sedih. Aku tak mau hal itu terulang kembali. Bagiku, saat ini yang bisa aku lakukan adalah mensyukuri keberadaan ibu dan menjaganya dengan sepenuh hatiku.

***

Setahun setelah kembalinya ibu, kami sudah bisa mengontrak rumah kecil. Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di tempat keluarga angkatku dan aku masih tetap berjualan koran. Karena ibu selalu mengajariku untuk terus bekerja keras dan tidak meminta-minta selama raga ini masih mampu mencari sesuatu yang halal. Ibu adalah sosok wanita yang tangguh, beliau sangat keras dalam mendidikku. Tak heran semangatnya itu membuat aku sangat bersyukur memiliki ibu seperti dia.

Belakangan ini nilaiku menurun, dan ibu sangat marah kepadaku. Ibu bilang aku harus berhenti berjualan koran dan belajar dengan serius agar kelak bisa menjadi orang yang berguna. Tapi aku tak sanggup, sebenarnya aku ingin bekerja dan membantu keuangan di keluarga kami. Aku tak tega melihat ibu bekerja keras sendirian. Tapi kadang ibu memergokiku ketika aku berjualan Koran. Dan saat itu juga ibu membawaku pulang lalu memukuliku dengan raket rotan yang biasa ibu gunakan untuk memukul kasur kapuk. Ya, alhasil badanku dipenuhi luka memar dan tidak dapat tidur dengan nyeyak. Tapi aku tak pernah dendam dengan ibuku, karena aku sungguh-sungguh menyayanginya.

***

Beberapa hari ini ibu tidak mau menyapaku, mungkin ibu benar-benar marah padaku akibat perbuatanku waktu itu. Karena nilaiku yang rendah membuat ibu sering dipanggil oleh kepala sekolah untuk menemuinya dan membicarakan tentang hal yang terkadang membuatku ingin mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi ibu berpesan waktu itu kepadaku agar tetap fokus terhadap pendidikanku.

Sore itu, ibu memasak makanan sangat banyak sekali, tak seperti biasanya. Ternyata kedua kaka angkatku berkunjung kerumah kami. Mereka baru saja kembali dari pondok pesantren dan ibu angkatku sedang berada diluar kota. Sehingga memutuskan mereka untuk menginap di rumah kontrakan kami yang sangat sederhana itu. Aku ingin bertanya kepada ibu, kenapa ibu tidak member tahuku tentang ini, setidaknya aku bisa menyambutnya juga dengan kejutan kecil. Mungkin ibu masih marah.

***
Siang itu ibu di panggil oleh kepala sekolah lagi. Itu karena aku berkelahi dengan anak kepala sekolah. Ibu sepertinya sangat marah, ibu  menyeretku pulang didepan teman-temanku tanpa berkata apa-apa. Walaupun aku berkata aku ingin belajar, ibu tetap menarikku pulang tanpa memberikanku penjelasan. Sesampainya dirumah, ibu memukuliku didepan kedua kakak angkatku. Aku memohon ampun kepada ibu, tapi ibu seolah tak bisa memaafkan kelakuan yang sudah aku perbuat. Aku terus menggenggam kakinya dan terus meminta maaf sambil menangis dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Akhirnya ibu berhenti memukuliku, mungkin ibu sudah begitu lelah mengeluarkan banyak tenaga untuk menghukumku.

Malam itu, diatap rumah kontrakan, tempat dimana aku biasa mengadu bersama bulan dan bintang ditengah kesunyian malam. Aku bercerita tentang apa yang aku alami saat itu. Namun mereka hanya bisa diam dan menjadi pendengar yang baik. Tak lama berselang setelah aku bercerita ditengah malam, kakak angkatku menghampiriku, dia memberikanku minyak urut untukku.

“ Usapkan ini pada lukamu agar cepat sembuh,aku tak mau melihatmu terus begini. Berhentilah menjadi anak yang nakal dan suka membuat ibu dipanggil ke sekolah karena perbuatanmu itu, apakah kau tidak malu? Kasihan ibu,, dia terus bekerja keras demi kamu.”  Kata nya padaku malam itu.

 “Terima kasih kak, tapi kau tak akan pernah mengerti apa yang aku alami, mungkin kaka akan lakukan hal yang sama jika kaka berada diposisi seperti yang aku alami saat itu. Pergilah dan tinggalkan saja aku disini sendiri”  Aku hanya bisa tersenyum dan menjawabnya dengan ramah.

Tanpa membalas perkataanku, kaka pergi dan memberiku sepucuk surat. Perlahan kubuka surat itu, kertasnya sedikit lecek dan kumal. Kertas itu sedikit lembab. Setelah kubaca isinya. Ternyata akibat perbuatanku kala itu, aku diberi sangsi tidak diperkenankan mengikuti pelajaran selama satu minggu. Akhirnya disitu aku tersadar, surat yang lembab ini ternyata dibasahi oleh tetesan air mata ibu. Seketika air mataku menetes dan menyadari akan betapa kecewanya ibu saat itu padaku.

***

Keesokan harinya, aku berniat untuk meninggalkan rumah. Aku sudah meninggalkan surat bahwa aku ikut kegiatan camping disekolah selama satu minggu. Karena aku tidak diijinkan mengikuti pembelajaran disekolah jadi aku bisa melaksanakan camping dengan leluasa.

Bu, aku akan mengikuti kegiatan camping disekolah
Ta’ usah mencariku, aku akan baik-baik saja
Aku menulis surat ini karena aku yakin ibu masih marah
dan pasti ibu belum mau berbicara denganku, aku tau itu
aku pergi setelah adzan subuh
jagalah kesehatan ibu
aku segera kembali
aku sayang ibu

Sebenarnya hari itu, aku pergi untuk mencari pekerjaan. Aku ingin membelikan ibu sesuatu dihari valentine. Karena hanya ibu yang aku punya, dan aku benar-benar menyayanginya. Aku ingin memberinya kejutan, aku berharap dengan begitu ibu tidak akan marah lagi kepadaku. Setelah beberapa jam berkeliling mencari pekerjaan, akhirnya aku menemukan pekerjaan di bengkel bang Alex. Aku ditugaskan untuk membantu karyawannya di bengkel tersebut. 

Bang Alex adalah sosok orang yang sangat baik. Selain memperlakukanku dengan sangat baik, beliau juga mengijinkanku menginap dirumahnya dan memberiku makan. Hari itu aku sangat bersyukur karena jalanku telah dimudahkan. Setelah beberapa hari bekerja aku sudah bisa menyesuaikan diriku dengan lingkungan di bengkel tersebut dengan sangat baik. Itu karena aku sudah tidak asing lagi dengan komponen-komponen yang ada di bengkel tersebut. Yah setidaknya kerja dibengkel ini adalah praktek lapangan sama seperti ketika di sekolah.

Siang itu ketika aku berjalan untuk mencari makan siang. Pandanganku tertuju pada kerudung berwarna putih yang dipajang di beranda sebuah toko yang berada disebrang jalan. Wah kerudung yang cocok sekali untuk ibu, pasti ibu akan terlihat cantik jika mengenakan kerudung itu. Aku segera menuju ke toko tersebut untuk menanyakan kerudung tersebut.

Sesampainya di dalam toko, aku bertemu sahabatku. Dan tidak hanya aku, dia pun terkejut melihat kedatanganku saat itu.  Ternyata toko itu adalah toko dari tantenya, dan saat itu kebetulan dia sedang mampir untuk mengirimkan pesanan dari ibunya. Pada pertemuan kami tersebut, hanya berbincang saja yang kami bisa lakukan. Tapi ditengah perbincangan itu dia menyadari akan kepergianku dari rumah.

“ kenapa kau pergi dari rumah? Ibumu sedang mencarimu, kemarin dia pergi kesekolah untuk menanyakanmu”  itu yang dia katakana padaku.

“ tidak papa, aku hanya ingin bekerja dan memberikan ibu hadiah saat valentine agar ibu tidak marah lagi padaku, dan aku tertarik pada kerudung panjang itu. Berapa harganya?” tanyaku padanya.
“ Sekitar, 75.000. Tapi aku bisa memberikan diskon kepada sahabat terbaikku ini. Aku akan membicarakannya dengan tanteku” jawabnya.

“ Sayang sekali uangku tidak cukup. Tak usah repot-repot. Ketika uangku sudah cukup aku akan kembali, yang penting kau jagakan kerudung cantik itu untukku yah.” Kataku lagi.

“Kau bisa saja membawanya dulu, nanti aku akan bicara pada tanteku. Yang penting kamu cepat pulang dan temui ibumu. Apakah kamu sudah  jelaskan alasan mengapa kamu berkelahi saat itu?” tanyanya padaku.

“Tidak, aku tak mau membuat ibu sakit hati lagi. Biarkan saja aku menyimpannya. Oiya waktu istirahatku segera habis.Aku harus kembali bekerja di bengkel” saat itu aku segera pergi dan mengakhiri perbincangan kami berdua.

***

Hari ini tanggal 13 Februari 2014 dimana hari terakhir aku bekerja. Waktunya untuk membeli hadiah untuk ibu. Kerudung putih panjang yang pasti sangat cocok untuk ibu. Sore itu aku membungkus kerudung itu dengan rapi dan bersiap-siap untuk pulang. Namun bang Alex melarangku pulang karena cuaca sudah gelap dan tidak ada kendaraan umum yang dapat mengantarkanku sampai rumah. Jadi aku putuskan untuk kembali keesokan harinya.

“Nak apakah kamu kabur dari rumah ? cerita saja  sama abang kalo kamu punya masalah“ pertanyaan yang sangat mengejutkan keluar dari mulut bang Alex.

“ Tidak bang, aku  Cuma ingin membelikan hadiah untuk ibu dengan hasil kerja kerasku sendiri. Oiya, untuk bantuan yang sudah abang berikan selama ini,saya sangat berterima kasihsekali” jawabku padanya.

“ Baiklah, sebaiknya kau segera tidur. Pasti besok kamu harus bangun pagi dan pulang” katanya lagi padaku malam itu.

Tanpa berpikir panjang aku mengiyakan kata-kata bang Alex dan segera tidur. Namun, malam itu terjadi sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan. Ini benar-benar bencana. Aku tak tau apakah aku sedang bermimpi atau ini sungguh-sungguh terjadi padaku. Malam itu sekitar pukul 22.50 ruanganku bergetar. Terdengar suara dentuman yang sangat keras. Lalu banyak orang berlarian keluar rumah sambil membawa kentongan menandakan ada sesuatu yang terjadi diluar sana. Saat aku keluar rumah bersama bang Alex. Ternyata abu vulkanik dari gunung Kelud, sudah menjulang tinggi ke atas langit dan nampak ada kilatan-kilatan petir dibalik gumpalan abu tersebut. Malam itu benar-benar tidak pernah aku bayangkan. Gunung kelud meletus untuk kesekian kalinya.

Malam itu sungguh kacau, benar-benar merusak kejutan yang aku siapkan untuk ibu. Yang saat itu aku fikirkan hanya ingin kembali kerumah dan melindungi ibu. Namun tidak ada kendaraan yang menuju kesana. Posisi rumahku yang lebih dekat dengan gunung membuat suasana hatiku semakin cemas. Semua kendaraan pergi menjauhi wilayah gunung berapi. Mereka mulai menyelamatkan diri mereka masing-masing. Aku tetap bertahan dan memikirkan bagaimana cara agar aku bisa pulang dan bertemu ibu. Malam itu semua jalan menuju arah gunung di tutup karena debu vulkanik yang pekat membuat pandangan menjadi buruk dan berbahaya, semua orang dievakuasi. Aku benar-benar takut,, takut akan kehilangan ibu. Ibu yang hanya satu-satunya aku miliki. Saat itu aku hanya bisa berdoa, semoga ibu sudah dievakuasi dan selamat.

***

Saat itu pukul 5.00 dini hari, aku beranikan diri untuk mencari ibu dan menerobos garis polisi. Aku meminjam motor yang ada dibengkel bang Alex. Dan segera meluncur. Kado yang sudah kubungkus rapi, aku selipkan dibalik baju. Dan yang terpenting saat itu aku harus bisa menemukan ibu.

Kurang lebih setelah satu jam perjalanan aku telah sampai dirumah. Namun ibu sudah tidak ada. Aku tidak bisa melihatnya. Aku berputar-putar untuk mencari lokasi pengungsian. Namun sosok ibu masih tidak aku temukan. Aku mulai merasakan putus asa. Tak kuat rasanya aku bernafas, badanku berat, nafasku sesak. Sial abu ini tak akan membuatku lemah aku akan terus mencari ibu. Aku sudah berjanji akan segera kembali, ibu tunggu aku. Dan tiba-tiba dibalik suasana keabu-abuan semuanya menjadi gelap, nafasku sesak. Aku pingsan dan tidak sadarkan diri.

Ketika aku terbangun, aku sudah berada di pengungsian, beberapa wajah yang aku kenali ada disana. Aku terus menanyakan dimana ibuku. Dan akhirnyanya salah satu dari mereka menjelaskan bahwa sahabatku sedang menuju bengkel bang Alex bersama ibuku. Aku mengumpulkan segenap tenaga untuk bangkit lagi. Walau sempat dilarang aku tetap berkeras kepala dan aku tak mau ibu menungguku. Kunyalakan sepedamotor bang Alex dan bergegas pergi. Disepanjang jalan yang kulihat hanya abu vulkanik tersebar merata dan menyelimuti semuanya. Bencana ini semakin lengkap saat listrik padam dibeberapa titik dan membuat wilayah ini seperti kota mati.

Penyebrangan rel kereta api sudah terlihat. Bengkel bang Alex berada tepat disampingnya. Aku memacu sepedaku lebih cepat. Aku tak sabar menemui ibuku. Namun yang terjadi saat itu, tak sejalan dengan apa yang aku inginkan. Lampu di perlintasan rel tersebut mati, sehingga aku tidak menyadari ada kereta yang akan melintas. Ketika kuinjak pedal rel, banyaknya abu yang menumpuk dijalan membuat motor yang melaju tidak bisa berhenti karena jalan terlalu licin. Seketika itu juga aku menghantam nya dengan sangat keras dan aku terpental. Mataku yang separuh terbuka berusaha mencari kado yang terlempar saat aku terjatuh. Namun aku masih belum bisa menemukannya.

Beberapa saat setelah itu aku seperti mendengar suara ibu dari kejauhan. Saat itu pula aku bisa menemukan kado yang terjatuh tadi. Namun aku sudah tidak sanggup lagi berdiri. Kepalaku rasanya berat, dan darah terus mengalir dari kepalaku. Ibu datang menghampiriku dan memangku diriku yang berlumuran darah. Apa yang ibu katakan sudah tidak bisa aku dengar. Yang kuingat saat itu, aku bisa memberikan kerudung itu untuk ibu. Dan setelah itu aku menghembuskan nafas terakhir di pangkuan ibu.

Ibu maafkan anakmu ini yang selalu membuat onar
Maaf jika anakmu ini masih keras kepala
Dan tidak bisa mendengarkan apa kata ibu
Aku sedih melihat ibu bekerja keras sendirian
Aku ingin membantu ibu
Menjaga ibu
Ibu jangan marah lagi yah
Jangan diamkan aku seperti ini
Aku sedih
Tak apa jika ibu ingin memukuliku lagi
Aku tak akan dendam
Tapi jangan diamkan aku lagi
Semoga hadiah ini bisa mengobati amarah ibu
Aku sayang ibuku
Selamat hari kasih sayang Ibuku

Sehari setelah kejadian itu aku dimakamkan. Ibu terus saja menangis dan menggenggam kerudung pemberianku yang sudah terkena bercak darahku. Tak lama sahabatku datang menghampiri ibu. Dia menceritakan kejadian saat aku berkelahi dengan anak kepala sekolah. Dia menuturkan anak kepala sekolah tersebut menghina ayahku sebagai pencuri dan mati dikeroyok masa, sedangkan ibuku orang stress yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa. Hal tersebut lah yang memicu perkelahian kala ini. Lalu ibu sadar bahwa kediamanku itu hanya agar ibu tidak teringat dengan masa lalu yang pahit itu, dan menjaga perasaan ibunya. Betapa mulia anak ini. Saat itu juga ibu berdoa didepan batu nisanku. Dan aku bisa pergi dengan tenang.



2 comments:

  1. Replies
    1. ya ellah, becandaan lus kan ini blog cerpen bukan lapak dagangan :D
      makasih tapi sudah mampir

      Delete