Ayah, Ibu, Kembalilah
“Hai namaku Zhepir, saat ini aku
sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas di wilayah Ibukota Jakarta,
salam kenal yah :) “ itulah kalimat pertama yang aku ucapkan di jejaring sosial
untuk mengawali awal tahun baru ini. Dan yang harus kalian ketahui, aku sangat
membenci orang tuaku, ya, sebegitu besarnya kebencianku pada mereka, karena hanya
ada bisnis di dalam fikiran mereka yang hampir setiap tahun mengharuskan kami
berpindah-pindah tempat tinggal karena bisnis yang mereka tekuni. Selain itu
sejak kecil aku sudah terbiasa hidup dengan bibi pembantuku. Sosok wanita tangguh
ber perawakan tua yang selalu gigih menyiapkan keperluanku sejak aku kecil dan
selalu menuruti semua perintah yang beliau terima di rumah ini.
Kalian bayangkan saja jika hidup
harus terus berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, sangat melelahkan dan
menjengkelkan, sampai kapan ini akan berakhir. Karena ruang lingkup kehidupanku
seperti itu, aku menjadi kurang peduli dengan kondisi yang ada disekitarku .
Prinsipku, kalo ada orang yang ga suka dengan penampilanku, aku sih Cuma bisa
bilang “sorry, aku tampil dengan apa yang pengen aku tampilin, bukan dengan apa
yang pengen kamu liat”. Ya simple, dengan kata lain bisa di bilang aku anti
sosial.
Dan hal yang hanya bisa kulakukan
saat ini adalah menghambur-hamburkan harta orang tuaku dan bersenang-senang.
Aku sudah tidak peduli dengan pendidikanku, karena tanpa aku bekerja pun harta
orang tuaku tidak akan habis. Selain itu aku benci jika harus di banding-bandingkan
dengan anak bibi pembantuku. Ya, anak bibi pembantu yang selalu tinggal bersama
kami dan ikut berpindah-pindah. Yang ku tahu tidak ada pembantu yang sesabar
dan setabah ibunya, mungkin karena itu orangtuaku selalu mempertahankannya,
karena kuyakin tak ada pembantu yang sanggup bertahan di rumah yang seperti
medan pertempuran ini.
Tentang anak bibi pembantuku itu,
namanya Erisa Vrichika. Terkadang aku tersenyum pahit mengingat nama itu, nama
nya yang terlalu indah untuk kenyataan hidupnya yang begitu pahit. Aku benci
sekali mendengar nama itu. Karena setiap nama itu disebut oleh ibuku, yang terlintas adalah
kalimat-kalimat yang membandingkanku dengannya. Kalimat itu benar-benar
membuatku sakit hati. Aku merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan ini. Oleh
karena itu aku sering memperlakukan mereka dengan sesuka hati dan hanya
memandangnya dengan sebelah mata.
Disamping itu ayah dan ibu sering sekali
bertengkar dirumah. Tiada hari tanpa keributan ketika mereka bertemu. Ayah yang
aku dengar suka main perempuan diluar sana. Dan ibu, ya ibuku, selalu
bertahan..bukan untuk mempertahanku namun bertahan untuk harta ayahku.Yah
begitulah keadaannya sampai saat ini. Sering kali aku berpura-pura sakit dan
dirawat dirumah sakit dengan harapan mereka akan bersama-sama menjengukku.
Namun apa yang kudapat. Hanya sebuah pesan singkat.
“Zhep
ayah ada meeting diluar kota, ayah tidak bisa menjenguk. Pilihlah ruangan
paling mewah di sana biaya akan ayah urus semuanya”
Itulah bunyi pesan yang dikirim
oleh ayahku padaku saat itu. Ditambah lagi pesan dari ibuku..
“Nak
jagalah kesehatanmu, ibumu dan ayah sibuk bekerja belajarlah mandiri”
Aku sering kesal dengan perlakuan
orang tuaku. Sebenarnya yang aku butuhkan cuma sederhana, aku ingin berkumpul
dengan mereka berdua, berlibur, bercanda bersama dan meluangkan waktu mereka untuk
keluarga. Itu saja.
Hari ini adalah hari dimana aku
masuk disekolah yang baru. Dan Chika pun juga masuk sekolah yang sama denganku.
Sama seperti disekolah sebelumnya, kami selalu menjadi sorotan dimana-mana.
Chika dengan kepintarannya dan aku ? ya selalu dengan masalah berkelahi dengan
siswa lain. Hal yang wajar jika kami menjadi topik pembicaraan yang hangat
disekolah tersebut. Ya begitulah agenda keseharianku disetiap sekolah-sekolahku
yang baru.
Hingga pada suatu ketika ayah dan
ibu bertengkar hebat. Entah apa yang mereka permasalahkan, namun bagiku itu
sudah menjadi hal yang biasa di rumah ini. Dan tanpa disangka-sangka mereka
memutuskan untuk bercerai. Yah itu juga menjadi hal yang sudah biasa aku
dengar. Tapi..mereka benar-benar serius. Dan dua bulan setelah itu mereka benar-benar bercerai. Saat itu pun aku
benar-benar tidak merasakan kesedihan apapun. Karena sejak dulu aku selalu
merasakan kesepian.
Saat itu kehidupanku mulai berubah.
Sesuatu yang diberikan oleh orang tuaku hanyalah rumah yang aku tempati dan
beberapa sisa uang di rekeningku. Mereka tidak punya waktu untuk mengurusiku
atau memperjuangkanku, mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka
masing-masing. Saat itu bulan-bulan terakhir menjelang UN. Aku mulai merasakan
kekhawatiran akan masa depanku. Tidak ada lagi harta yang berlimpah yang bisa
aku banggakan dan aku jadikan alasan utnuk bermalas-malasan.
Seiring perceraian kedua orang
tuaku, membuat bibi kehilangan pekerjaan dan membuatku kehilangan semangat
utnuk hidup. Berulang kali aku melakukan upaya bunuh diri namun selalu saja
dapat digagalkan oleh bibi. Hingga akhirnya untuk saat itu aku tetap
memperkerjakan bibi dan menggajinya dengan sisa uang yang ada di tabunganku.
Jangankan untuk makan, mengurusi keperluanku saja aku tidak sanggup. Dan dari
sinilah kehidupanku perlahan mulai berubah. Aku bertekat untuk memperbaiki
kehidupanku.
Untuk beberapa saat aku selalu
mempertanyakan kemana suami si bibi selama ini dan kenapa Chika tidak memiliki
ayah. Ketika malam itu tepatnya pukul 9 malam, aku melihat Chika sedang sibuk
membaca tumpukan buku dihadapannya, dan aku berusaha untuk berbicara dengannya
karena aku sadar tidak ada lagi orang yang dapat aku ajak untuk mengobrol.
“Ehmm,
hay Chika. Lagi ngapain ?” tanyaku .
“Baca
buku, bisa liat sendiri kan” balasnya dingin, dan membuatku sangat
kesal.
Aku sadar perlakuanku selama ini terhadapnya
membuat dia seperti itu. Namun aku berusaha untuk terus mengajaknya bicara dan
aku ingin memperbaiki ini semua.
“Eh
cik, dengerin aku dong plis kali ini ajah” kataku sedikit memaksa
“Yaudah
ngomong ajah, apa susahnya sih ??!! aku bisa denger kali” (tetap focus
pada bukunya) lagi-lagi balasannya begitu dingin.
“Chik..
kamu mau gak dengerin ceritaku ? kali ini aja, please,,aku kesepian , sekarang
aku tidak punya orang tua lagi, cuma kamu dan bibi yang aku punya di rumah
ini.” pintaku padanya.
Seketika itu Chika menutup bukunya
dan menatap ke wajahku.
“Maaf Zhep, aku masih kesal sama kamu. Tapi untuk kali ini aku bakal dengerin cerita kamu. ada apa ? apa yang mau kamu ceritakan ? jangan mencari masalah, ini sudah malam” jawabnya.
“Maaf Zhep, aku masih kesal sama kamu. Tapi untuk kali ini aku bakal dengerin cerita kamu. ada apa ? apa yang mau kamu ceritakan ? jangan mencari masalah, ini sudah malam” jawabnya.
Saat itu aku menyadari betul sebenarnya
Chika adalah sosok wanita yang baik hati. Dan saat itu kami bercerita panjang
lebar sampai tengah malam. Dan rasa penasaran akan keberadaan ayah Chika mendorongku
untuk terus bertanya padanya.
“Chik
maaf ni agak ga sopan, kalo boleh tau ayah kamu dimana ? kok selama ini hanya
ibu kamu yg bekerja ?” tanyaku sopan
Chika terdiam, dapat kurasakan air
matanya seolah akan keluar dari matanya.
“Chik,
maafin aku, aku ga ada niat untuk buat kamu…” omonganku di potong
olehnya.
“Gak
papa Zhep, aku sudah biasa. Ayah aku sudah lama pergi meninggalkan ibuku. Dan
sejak saat itu ibu hanya bisa menghidupiku dari upahnya bekerja serabutan dan
saat ini menjadi pembantu dikeluargamu” wajah chika terlihat sangat
sedih.
“Lalu
tidak adakah niat untuk mencari tau keberadaan ayahmu ?” tanyaku lagi.
“Tidak
Zhep, tidak. Aku ingin menjalankan amanat dari ibu. Ibu berpesan padaku saat
ayah pergi, dia bilang aku harus belajar
yang rajin, cari ilmu setinggi-tingginya biar kelak bisa berguna untuk masa
depan. Jangan seperti ibu tak punya apa-apa setelah ayahmu meninggalkan ibu, cuma
menjadi pembantu yang ibu bisa” Chika berhenti bicara dan terlihat jelas
air matanya berlinang disekujur pipinya
yang sedikit kemerahan.
Sontak aku terdiam, ternyata masih
ada orang yang bisa berjuang dibalik ketidak adilan yang ada di kehidupan ini.
Kenapa aku bisa berfikiran untuk bunuh diri, sedangkan Chika yang berada
diposisi seperti itu dan tidak memiliki apa-apa masih bisa berjuang melawan
kerasnya hidup.
Ternyata tangisan Chika malam itu
membangunkan bibi dari tidurnya. Dan membuat bibi mendengar semua pecakapan
kita. Saat itu juga bibi menghampiri kami.
“Tuan, Chika, tidurlah ini sudah malam.
Besok kalian harus bangun pagi dan sekolah” ucapnya lembut sekali.
“Iya bu
Chika akan segera tidur” saat itu pula Chika pergi dan mengakhiri
percakapan kami.
Lalu ketika aku hendak pergi
meninggalkan mereka, langkahku terhenti,,
“Tuan, jangan berbuat bodoh lagi. Bibi
mengerti apa yang Tuan rasakan. Jikalau tuan merasakan kesepian, bibi dan Chika
bisa menemani tuan. Maaf kalo bibi sendiri sudah menganggap tuan seperti anak
bibi sendiri, apapun yang tuan butuhkan katakana saja pada bibi, maaf kalau
bibi lancang tuan” kata-kata itu keluar begitu saja dari bibi.
Mendengar itu aku tidak dapat
berkata apa-apa lagi. Hanya air mata yang keluar dari kedua bola mataku dan
terus membasahi pipiku. Saat itu aku memeluknya dan aku menyadari untuk pertama
kalinya aku merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu.
Setelah kejadian malam itu aku memiliki semangat baru
untuk meneruskan kehidupanku. Yang ada di fikiranku saat itu hanyalah lulus
sekolah dan melanjutkan pendidikanku. Beberapa bulan terakhir aku selalu
menghabiskan waktu untuk belajar bersama dengan Chika. Dan hingga akhirnya aku
dapat lulus UN dengan nilai yang memuaskan. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas
aku berencana untuk meneruskan pendidikan S1 bersama Chika dengan sisa uang
tabunganku yang aku rasa cukup. Disamping itu hanya bisa mengirimkan surat
kepada orang tuaku..
“ Ayah, ibu, dimana pun kalian saat ini berada aku merindukanmu,
kalian tak perlu khawatir tentang keadaanku saat ini
aku baik-baik saja bersama bibi dan Chika
kalian tak perlu mengirimiku uang lagi,
aku akan bekerja sambil kuliah,
aku tak butuh uang kalian
yang aku butuhkan cuma ayah dan ibu
KEMBALILAH ..
dari anakmu
yg merindukanmu
Sama banget sama kasus temenku di Surabaya, tp ortunya ga berenti ngasi uang ke dia sih, dia juga tinggal di apartemen, ya gitu uang ga kurang, tp ga dpt kasih sayang
ReplyDeleterealita kehidupan yang ga bisa di pungkiri de, btw gimana nih jalan ceritanya ? ada masukan ? buat cerita selanjutnya
ReplyDeleteBagus sih ceritanya. Tp krn alurnya kecepetan jadi kurang complicated. Kalo buat cerita selanjutnya aku ga ada ide sih kak. Ya apa yg ada disekitar kakak juga bisa jd cerita
Deletemau bikin read more ga berhasil berhasil, jadinya males bikin cerita panjang-panjang de,,ni masih di usahain blognya mau bikin begituan hehhe
ReplyDelete